CANDI SUKUH & CETHO II
CANDI SUKUH & CETHO II
Kedua candi di kaki gunung Lawu yang tersebut bisa ditempuh dari Solo jarak sejauh 42 km (jika ke Sukuh) atau 46 km (jika ke Cetho). Kota-kota yang dilewati berturut-turut adalah Palur, Karanganyar dan Karangpandan. Di sini berbelok ke kiri (kalau ke kanan arah Tawangmangu). Candi Sukuh di desa Berjo, kecamatan Ngargoyoso, kabupaten Karanganyar, ketinggian 910 m di atas permukaan laut, pada posisi 07° 37,38' 85'' LS dan 111° 07,52' 65'' BB.
"Sukuh" menurut kamus Prof. PJ. Zoetmulder di dalam Old Javanese-English Dictionary II adalah "suku", foot, kaki, juga berarti kaki gunung. Bisa juga suku=anuku, sumuku, sinuku. Panuku=to go to war, go on military expedition, wage war on. Manukuh=perang, menyerang. Yang definitip "sukuh"=kaki gunung. Jadi jelaslah Sukuh adalah candi yang dibangun di kaki/lereng gunung Lawu yang menghadap ke barat berteras-teras meningkat, berakhir pada bangunan "piramid terpancung". Di balik patung garuda tertulis dalam aksara Jawa Kuno prasasti : "Lawase rajeg wesi duk Pinerep kepereg dening wong medang Ki Hembu Rama karubuh alabuh geni, harebut bumi. Kacaritane babajang mara mari."
Di teras pertama tertera relief raksasa makan manusia yang tidak lain candrasengkala 1° "buto aban wong" atau tahun 1359 Saka alias 1437 M. 2° "buto anuhut buntut" atau tahun 1359 Saka alias 1437 M juga. Di teras kedua yang berpatung dua penjaga raksasa, di situ terdapat lagi candrasengkala yang berbunyi "gajah wiku anuhut buntut" atau tahun 1378 Saka atau 1456 M. Pada lantai gerbang pertamanya tertera relief "perjumpaan phalus vaginus" itu menurut warga setempat mula-mula ditemukan oleh mBah Madyokromo yang waktu itu kaget karena melihat tanah yang numpuk-numpuk. Lalu dilaporkan ke lurah, terus ke atas hingga sampai kepada residen Surakarta pada tahun 1815, Johnson. Tahun 1842 Van der Vlis mulai meneliti. Lalu dari tahun 1864-1867 Hoepermans menulis tentang candi Sukuh. Tahun 1910 Knebel menginventarisasi dan tahun 1917 barulah ditangani oleh Dinas Purbakala. Pemugarannya pada tahun 1928.
Candi Cetho lebih tinggi lagi dari candi Sukuh berada di desa Gumeng, Jenawi, Karanganyar pada posisi 111° 09' 14'' BT dan 07° 35' 48'' LS. "Cetho" di dalam kamus PJ Zoet ditulis cệta=menebak benar. Cệtta=jelas, ahli, mengetahui hal-hal yang rahasia (=tahu). Barangkali yang dimaksud dengan candi Cetho adalah kearifan yang diperlambangkan namun akan terungkap jika dipelajari dan diteliti.
Pertama yang menangani adalah Van der Vlis tahun 1842. Tahun 1928 Dinas Purba meneliti. Lalu melibatkankan pakar-pakar sejarah/arkeologi Stutterheim, KC Crucg, NJ Krom, AJ Bernet Kempers dan Riboet Darmoseputro. Komplek percandiannya tersusun berteras-teras (berundak). Di halaman pertamanya setelah mendaki undakan terdapat relief besar yang tidak lain wujud phalus besar. Ke atas lagi ada rumah-rumah terbuka berubin batu beratap sirap kuno yang walau sudah ratusan tahun masih utuh asli. Sama juga dengan atap ijuk, tetap utuh tidak aus kena hujan panas. Didirikan pada tahun 1373 Saka atau 1451 M. Pada undakan berikutnya terdapat patung phalus di dalam rumah, di sebelahnya rumah juga berpatung seorang pedanda (atau arsitek candi itu sendiri?--RA).
Melihat model kompleknya secara keseluruhan, sepintas mengingatkan saya pada komplek pura Besakih di Bali. Jika dibanding Sukuh, Cetho lebih "jalu", kemaskulinan atau phalus. Boleh dikata Cetho artinya "jelas" dominant sebagai candi Bapak, sedangkan Sukuh candi Ibu. Terpampangnya relief besar yang menggambarkan "kluwung" alias dua ekor panjang melengkung ke bawah yang masing-masingnya kepala ular dan di dalamnya insan-insan kecil berkostum wayang-- itu semua ada di dalam guagarba Ibunda, vaginus. Di candi Cetho, kedudukan Bapak pada posisi primer, di lantai halaman terbentang relief phalus raksasa, sekilas seperti anakpanah. Sebagai Bapak tentu dihimbau lebih berperan di dalam bertanggungjawab, baik kepada keluarga, masyarakat dan juga tidak lupa beribadah, artinya selalu berkomunikasi dengan Yang Maha Pencipta. Di Cetho diwujudkan dengan rumah-rumah kecil/pondok untuk beribadah, yang bersusun-susun sampai teras paling atas.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home