Wednesday, April 19, 2006

Laporan ke candi Sukuh dan Cetho I


Kawan-kawan,
Sehabis melaksanakan tugas penitia menikahkan Ricoh, keponakan lelaki asal Kijang, Kep. Riau, dengan tunangannya Elly, asal Lebaksiu, Tegal, saya sendirian melanjutkan perjalanan bis ke Surabaya, Malang (nyekar di makam para orangtua) kemudian Solo, tepatnya lokasi candi Sukuh dan Cetho, lebihkurang 2 jam perjalanan sepedamotor ke kaki gunung Lawu. Ketinggian kedua candi yang "berdampingan" (masing-masing antara 5 km) tersebut sampai 80 derajat. Dekat candi kira-kira 20 m saya terpaksa turun dari boncengan karena sepedamotor tidak lagi punya energi lagi. Menanjaknya minta ampun. Selangkah demi selangkah begitu beratnya dengkul. Baik candi Sukuh dan Cetho punya tema hampir sama, mempuisikan berkonsepsi secara badaniah dalam bentuk arsitektur dan relief purba. Sukuh berteras-teras, di akhir berbentuk piramid. Pada gerbang terdepan dilindung atap lengkung terelief alat-alat konsepsi berwujud phalus dan yoni, sebagai pembuka kehidupan generasi pelanjut. Lalu simbol-simbol diarcakan dan direliefkan, sampai kepada "kluwung" alias "pelangi kehidupan" yang berisi hasil-hasil konsepsi, namun seperti sudah diramalkan begitu nantinya jika dewasa. Sesuai zamannya yang era Hindu maka tokoh-tokoh sastra masa Hindu-lah yang dimunculkan, berdasar cerita Sudamala. Pada candi Cetho walau tetap mengutamakan phalus sebagai penabur benih konsepsi, teras-teras yang makin menanjak lebih memberat kepada hal-hal kedewaan/ Ilahiyah, hingga ke altar puncak. Teras tertinggi ini hanya wujud altar kubus, tidak piramid seperti di Sukuh. Kedua candi, Sukuh dan Cetho dibuat pada zaman Mojopahit (abad ke 15 akhir).

0 Comments:

Post a Comment

<< Home